Jumat, 26 Maret 2010

Coba Postingan Pertama, Tugas Paper SPI

PARTAI POLITIK DI INDONESIA


 


 

Pendahuluan


 

Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka (Budiarjo, 1989: 159).

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat. Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat. Dengan demikian terjadi pergeseran dari peranan yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis. Perkembangan selanjutnya adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi dan berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika (http://www.pks-jaksel.or.id/Article112.html).

    Adalah kegagalan politisi Partai memperkuat fundasi kehidupan politik kenegaraan itulah yang menyulitkan mengoperasikan demokrasi secara maksimal (bandingkan dengan Lipset dan Lakin, The Democratic Century, Norman: 2004), sehingga hasilnya adalah demokrasi minimal dalam artian pemilu hanya berfungsi untuk menghasilkan penguasa, sementara Pemerintahan pos Pemilu tidak mampu mengoptimalkan realisasi HAM (Demokrasi Optimal), dan lebih tidak mampu lagi menghasilkan public policy yang relevan, sehingga gagal mencukupi public goods dan menjamin proses politik secara damai., yang merupakan ciri demokrasi maksimal. Dengan begitu pemilu benar merupakan 'pesta' kaum elit terutama politisi penguasa dan jauh dari memberi nikmat kepada rakyat, kecuali sebagai penonton alias peserta 'pesta demokrasi' secara pasif. Demokrasi menjadi elitis dibawah dominasi politisi Partai. (Sanit,2008).

Keberadaan partai politk di Indonesia dijamin oleh undang-undang. Berikut ini macam-macam undang-undang yang menjamin kedudukan partai politik sejak masa kemerdekaan hingga sekarang :

  1. Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1955)
  2. Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian
  3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai
  4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
  5. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
  6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
  7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
  8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

Peraturan-peraturanya, antara lain :


 

Isi


 

Partai politik di Indonesia sebagai wadah aspirasi rakyat sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada zaman penjajahan, gerakan partai politik tidaklah tentram dan bebas. Partai yang memeprjuangkan aspirasi masyarakat pada saat itu, gerakannya cenderung diawasi dengan ketat dan jika melakukan gerakan yang menentang pemerintahan kolonial akan segera dilarang dan para pemimpinnya ditangkap kemudian diasingkan.

Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik - partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.

Masa penjajahan Belanda.


Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.
(http://www.pks-jaksel.or.id/Article112.html).

Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasinal untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin. (http://www.pks-jaksel.or.id/Article112.html).

    Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh. (http://www.pks-jaksel.or.id/Article112.html).




Masa pendudukan Jepang.


Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang lebih banyak bergerak di bidang sosial. Para pejuang bangsa pada zaman ini melakukan secara bawah tanah atau sembunyi-sembunyi untuk merebut kemerdekaan.

Masa Merdeka (mulai 1945)

Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai. Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin. (http://www.pks-jaksel.or.id/Article112.html).

Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965). (http://www.pks-jaksel.or.id/Article112.html).

Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik baru yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum thun 1971, Golkar munculsebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI. (http://www.pks-jaksel.or.id/Article112.html).

Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997. (http://www.pks-jaksel.or.id/Article112.html).

Masa Reformasi

Reformasi lahir setelah runtuhnya rezim orba yang ditandai dengan mundurnya Presiden Suharto pada 21 Mei 1998 dimana kebebasan dalam berpendapat dan berserikat yang sebebas-bebasnya terjadi. Pada jaman reformasi, peran parpol sangat besar dalam pemerintahan. Keberadaan parpol sangat berhubungan erat dengan kiprah para elite politik. Intinya, hakikat reformasi adalah tampilnya partisipasi penuh kekuatan-kekuatan masyarakat yang disalurkan lewat parpol sebagai pilar demokrasi. Dengan keluarnya UU no 2 tahun 1999 dan disempurnakan UU no 3 tahun 2002. Pada masa reformasi hingga sekarang begitu banyak dan lahit partai politik yang berusaha untuk meperebutkan kedudukan kursi dewan.


 

Kesimpulan


 

Konsep partai politik erat kaitannya dengan pelaksanaan demokrasi. Adanya partai politik dan pelaksanaan pemilu di Indonesia merupakan pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Dapat dikatakan partai politik menjadi sebuah intitusi yang penting dalam sistem politik yang demokratis.Partai politik merupakan sebuah jembatan penghubung antara rakyat dengan negara dalam menyampaikan atau mewujudkan aspirasi-aspirasi yang diinginkan oleh rakyat.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sampai sekarang ini partai politik belum maksimal dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Partai politik di Indonesia terlihat kurang memperjuangkan aspirasi masyarakat dan cenderung memperjuangkan kepentingan-kepentingan tertentu. Sebagai sarana komunikasi politik, partai politik cenderung mengabaikan aspirasi masyarakat dalam membuat sebuah kebijakan. Sebagai sarana sosialisasi dan pendidikan politik, partai politik justru tidak mendidik dan mencerdaskan masyarakat. Ini dapat di lihat dari sosialisasi politik partai yang lebih cenderung menggunakan praktek lama dengan mengadakan pawai serta mobilisasi massa dan cenderung menunjukkan kekuatan yang mereka miliki dengan menggunakan artis dan pagelaran musik sebagai daya tarik.Hal ini menunjukkan kesan mendidik lewat visi misi, platform serta agenda program partai semakin jauh.

Karena itu, tidak mengherankan apabila peran Partai dewasa ini menjadi kehilangan jati diri dan arah perkembangannya, sehingga terjebak oleh kecenderungannya yang monopolistik. Motivas politisi Partai mendapatkan kekuasaan Negara, caranya mempertahankan serta kinerjanya memperlakukan kekuasaan yang dipunyai, secara keseluruhan menggambarkan watak monopolistik dimaksudkan, Analisis ideologi dan struktural serta behavior atas peran politisi dan partainya dalam era Reformasi ini, menjelaskan keseluruhan watak monopolistik tersebut. (Sanit,2008).

Adalah kegagalan politisi Partai memperkuat fundasi kehidupan politik kenegaraan itulah yang menyulitkan mengoperasikan demokrasi secara maksimal (bandingkan dengan Lipset dan Lakin, The Democratic Century, Norman: 2004), sehingga hasilnya adalah demokrasi minimal dalam artian pemilu hanya berfungsi untuk menghasilkan penguasa, sementara Pemerintahan pos Pemilu tidak mampu mengoptimalkan realisasi HAM (Demokrasi Optimal), dan lebih tidak mampu lagi menghasilkan public policy yang relevan, sehingga gagal mencukupi public goods dan menjamin proses politik secara damai., yang merupakan ciri demokrasi maksimal. Dengan begitu pemilu benar merupakan 'pesta' kaum elit terutama politisi penguasa dan jauh dari memberi nikmat kepada rakyat, kecuali sebagai penonton alias peserta 'pesta demokrasi' secara pasif. Demokrasi menjadi elitis dibawah dominasi politisi Partai. (Sanit,2008).


 


 

Daftar Pustaka


 

Budiarjo, Miriam, 1989,"Dasar-Dasar Ilmu Politik", Jakarta: PT. Gramedia. hal.159.

Sanit, Arbi. "Partai Politik dan Minimalisasi Demokrasi."
http://www.dpd.go.id/PARTAI POLITIK DAN MINIMALISASI DEMOKRASI [14 April 2008]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar